Jumat, 20 Juni 2014

Alur Pemeriksaan Enterobacteriaceae dan Media yang Diperlukan


Alur Pemeriksaan Enterobacteriaceae dan Media yang Diperlukan

1.    Pendahuluan
Ada beberapa sifat yang harus dimiliki Enterobacteriaceae. Sifat-sifat tersebut adalah berbentuk batang, Gram negatif, tak berspora, fakultatif anaerob, memfermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit, dan uji cytochrome oxidase positif.
Meskipun dinamakan Enterobacteriaceae (atau banyak yang menyebut kuman enterik), bakteri ini tidak hanya ditemukan di tractus gastrointestinalis. Tempat lain yang juga dapat ditemukan bakteri ini adalah tractus urinarius (misalnya E. coli),  meninx (misalnya E. coli), dan tractus respiratorius inferior (misalnya Klebsiella). Singkatnya, kuman enterik tidak hanya ditemukan di tractus gastrointestinalis saja.
Klasifikasi lama yang membagi Enterobacteriaceae menjadi Enterobacteriaceae oportunistik dan Enterobacteriaceae patogen ataupun patogen oportunistik dan patogen intestinal tidak relevan  lagi oleh karena dalam realitas semuanya bersifat patogen.
Sementara itu, klasifikasi lama yang membagi Enterobacteriaceae menjadi lactose fermenter dan non-lactose fermenter  ataupun non-sucrose fermenter masih sangat berguna untuk identifikasi.

  
2.    Alur Pemeriksaan
Spesimen dapat berupa tinja, usap dubur, darah, cairan tubuh, sputum, pus, urin, hapusan tenggorok, dan lain-lain. 

1    3.  Media yang diperlukan

Kaldu Selenit (Selenite Broth)
Medium ini termasuk medium pengayaan (enrichment medium). Komposisinya adalah peptone 5g, lactose 4g, sodium selenite 4g, sodium phosphate 10g, distilled water to 1 liter. Nilai pH akhir adalah 7,0. Peptone berfungsi sebagai sumber nutrien. Lactose dan sodium phosphate berguna sebagai panyangga stabilitas pH. Sodium selenite menghambat pertumbuhan E. coli dan bakteri coliform lain, dan beberapa strain Shigella. Kaldu ini dianjurkan untuk isolasi Salmonella.

Agar MacConkey
Medium ini termasuk medium diferensial selektif. Komposisinya adalah peptone 17, polypeptone 3g, lactose 10 g, bile salts 1,5g, sodium chloride 5 g, agar 13,5g, neutral red 0,03g, crystal violet 0,001 g, distilled water to 1 liter. Nilai pH akhir adalah  7,1. Peptone dan polypeptone merupakan sumber nutrien. Satu-satunya karbohidrat yang ada adalah lactose. Bile salts dan crystal violet menghambat bakteri Gram positif (khususnya Enterococcus dan Staphylococcus), bakteri Gram negatif lain, dan fungi. Koloni lactose fermenter tampak berwarna merah/pink. Warna merah/pink terjadi karena konversi indikator neutral red akibat dari produksi asam. Indikator menjadi merah/pink apabila pH dibawah 6,8. Koloni non-lactose fermenter tampak tak berwarna (colorless) ataupun transparan.

Agar Eosin Methylene Blue (EMB) (Leyine)
Medium ini sama dengan agar MacConkey termasuk medium diferensial selektif. Komposisinya adalah peptone 10 g, lactose 5g, dipotassium PO4 2 g, agar 13,5 g, eosin y 0,4 g methylene blue 0,0065 g, distilled water to 1 liter. Nilai pH akhir adalah 7,2. Peptone merupakan sumber nutrien. Satu-satunya karbohidrat adalah lactose. Eosin dan methylene blue mengambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif lain. Selain itu, eosin dan methylene blue akan membentuk presipitat pada pH asam. Dus, eosin dan methylene blue berfungsi pula sebagai indikator terbentuknya asam. Koloni E. coli tampak berwarna hijau-hitam dengan kilau logam (metallic sheen). Koloni Klebsiella dan Enterobacter tampak berwana unggu ataupun merah lembayung/bungur (purple). Koloni Proteus, Salmonella, Yersinia enterocolitica, dan Shigella tampak transparan.

Agar Salmonella-Shigella (SS)
Medium ini termasuk media yang sangat selektif (highy selective). Sesuai dengan namanya medium ini menghambat pertumbuhan sebagaian besar bakteri coliform dan merangsang pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Komposisinya adalah beef extract 5g, peptone 5g, lactose 10g, bila salts 8,5g, sodium citrate 8,5 g, sodium thiosulfate 8,5 g ferric  citrate 1 g, agar 12,5 g, neutral red 0,025 g, brilliant green 0,033g, distilled water to 1 liter. Nilai pH akhir adalah 7,4. Beef extract dan peptone merupakan sumber nutrien. Satu-satunya karbohidrat yang ada adalah lactose. Kadar bile salts yang tinggi, brilliant green, dan sodium citrate menghambat semua bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif  (termasuk coliform). Sodium thiosulfate merupakan sumber sulfur. Setiap bakteri yang menghasilkan hidrogen sulfida akan terdeteksi dengan terbentuknya presipitat hitam. Presipitat ini terbentuk  dengan bantuan ferric citrate. Neutral red merupakan indikator terbentuknya asam Koloni lactase fermenter tampak berwarna merah. Koloni Salmonella tampak tak berwarna, transparan ataupun kuning sawo (amber) dengan bagian tengah berwarna hitam. Warna hitam ini disebabkan oleh produksi hidrogen sulfida. Koloni Shigella tampak tidak berwarna, transparan, ataupun kuning sawo (amber) dan tidak ada warna hitam pada bagian tengah. Strain motil Proteus yang tumbuh pada medium ini tidak menunjukkan  gambaran swarming.

DAFTAR PUSTAKA
Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS, 1998. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiollogy. 10th Edition, St Louis: Mosby, pp 150−166.
Konemen EW, Allan SD, Janda WM, Schreekenberger PC, Winn Jr. WC, 1992. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th Edition, Philadelphia: J.B Lippincott Company, pp 105−184.
Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH, 1999. Manual Of Clinical Microbiology. 7th Edition, D. C.: ASM Press,  pp 1687 −1707.



  • Tiga Tipe Umum Reaksi Bakteri Pada Agar Miring Triple Sugar Iron
Agar miring Triple Sugar Iron (TSI) dibagi menjadi 2 bagian, yakni Slant (kamar aerobis/aerobic portion) dan Butt/Deep (kamar anaerobis/anaerobic portion). Slant disebut juga kamar aerobis karena bagian ini terpapar oksigen melalui permukaan. Butt/Deep dinamakan juga kamar anaerobis oleh karena terlindung dari udara dan bersuasana relatif anaerobis. Supaya efek dua kamar (two-chamber effect) ini dapat dipertahankan, maka baik Slant maupunm Butt harus mempunyai panjang yang sama atau sekitar 3 cm/1,5 inchi.
Komposisi agar miring TSI adalah beef extract 3 g, yeast extract 3 g, peptone 15 g, proteose peptone 5 g, lactose 10 g, sucrose 10 g, glucose 1 g,  ferrous sulfate 0,2 g, sodium choride 5 g, sodium thiosulfate 0,3 g, agar 12 g, phenol red 0,024 g, distilled water to equal 1 liter. Nilai pH akhir adalah 7,4.
Beef extract, yeast extract, peptone, dan proteose peptone termasuk derivat protein. Keempat derivat protein ini menjadikan agar miring TSI sangat kaya bahan nutrisi. Lactose, sucrose, dan glucose tersebar merata di seluruh kamar. Ferrous sulfate berfungsi sebagai indikator pembentukan hidrogen sulfida. Indikator phenol red berubah menjadi kuning apabila pH di bawah 6,8 atau, dengan kata lain, phenol red merupakan indikator terbentuknya suasana asam (asidifikasi/acidification).
Ada juga medium lain yang berfungsi serupa dengan agar miring TSI. Medium  tersebut, dinamakan Kligler Iron Agar (KIA), mempunyai komposisi yang sama dengan agar miring TSI. Satu-satunya perbedaan adalah KIA tidak mengandung sucrose 10 g.
Bakteri, berdasarkan reaksinya pada agar miring TSI (dan berlaku juga pada KIA), secara umum dibagi menjadi tiga, yakni :
1.      Non Fermenter
Bakteri ini tidak memproduksi asam dari fermentasi glukosa ataupun laktosa. Atau, dengan kata lain, tidak ada fermentasi karbonhidrat. Produksi amin pada Slant bersama-sama dengan penyangga alkalin (alkaline buffer) menghasilkan warna merah diseluruh medium. Tidak ada perubahan pada media. Slant alkalin/Butt alkalin. Contoh: P. aeruginosa.
2.      Non Lactose Fermenter
Bakteri tipe ini hanya menfermentasi glukosa. Laktosa ataupun sukrosa tidak difermentasi Contoh : Shigella, Salmonella, Citrobacter, dan Proteus. Shigella tidak memproduksi hidrogen sulfida. Salmonella, Citrabacter, dan Proteus mampu menghasilkan hidrogen sulfida. Reaksi awal (inkubasi 8-12 jam pertama): Slant asam/ Butt asam. Jumlah asam hasil fermentasi cukup untuk mengubah Butt dan Slant menjadi bewarna kuning. Setelah itu, pasok glukosa habis total (Lihatlah kandungan glukosa hanya 1 gram tiap liter!). Kemudian terjadi degradasi oksidatif asam amino pada Slant. Atau, dengan kata lain, terjadi pembentukan amin alkalin (alkaline amine) dari dekarboksilasi oksidatif peptida di dekat permukaan. Peptida berasal dari kandungan protein dalam medium. Jumlah amin yang terbentuk cukup untuk menandingi sejumlah kecil asam yang ada pada Slant. Dalam waktu 18−24 jam seluruh Slant mempunyai pH alkalin dan berubah menjadi merah. Sementara itu, degradasi asam amino pada Butt tidak cukup untuk melawan asam yang terbentuk. Oleh karena itu, Butt tetap bewarna kuning. Reaksi akhir (setelah inkubasi 18−24 jam): Slant alkalin/Butt asam.
3.      Lactose (Sucrose) Fermenter 
Bakteri tipe ini memfermentasi glukosa dan laktosa atupun glukosa dan sukrosa. Meskipun glukosa telah habis difermentasi setelah inkubasi 8−12 jam, namun fermentasi tetap berlangsung oleh karena bakteri tipe ini mampu memanfaatkan laktosa ataupun sukrosa. Dus, apabila tabung diamati pada akhir jangka waktu inkubasi 18−24 jam, produksi asam dari fermentasi laktosa masih terus berlangsung Terjadi asidifikasi permanen-lengkap Slant dan Butt. Slant asam/Butt asam. Butt dan Slant tampak  berwarna kuning. Contoh: E. coli, Enterobacter, Klebsiella, dan Yersinia enterocolitica.


DAFTAR PUSTAKA
Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS, 1998. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. 10th Edition, St. Louis: Mosby, pp 424−446.
Koneman EW, Allen SD, Janda WM, Schreekenberger PC, Winn Jr. WC, 1992. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th Edition, Philadelphia: J.B Lippincott Company, pp 105−184.

Enterobacteriaceae Oportunistik

Secara historis Enterobacteriaceae dibagi menjadi dua golongan yakni patogen oportunistik dan patogen intestinal. Secara tradisional patogen intestinal meliputi genera Salmonella, Shigella, dan Yersinia. Enterobacteriaceae – selain ketiga genera tersebut – digolongkan ke dalam patogen oportunistik. Namun demikian perkembangan terkini mengenai hubungan genetik antara Escherichia coli dan Shigella disertai dengan penemuan mekanisme penyakit diare membuat penggolongan ini menjadi kabur. Sampai saat ini masih sulit dikatakan suatu spesies tertentu patogen oportunistik ataukah patogen enterik. Penggolongan ini masih cukup bermanfaat ditinjau dari aspek klinis oleh karena mayoritas infeksi yang ditimbulkan oleh patogen oportunistik  tidak melibatkan saluran pencernaan. Semua patogen oportunistik mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit yang serupa, tetapi epidemiologi, frekuensi, keparahan, dan penatalaksanaan penyakit yang ditimbulkan berbeda-beda (Joklik et al., 1988).

DAFTAR PUSTAKA
Joklik WK, Willet HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988. Zinsser Microbiology. 19th Edition, Connecticut: Prentice-Hall International Inc., pp 464−472. 


Proteus, Shigella, Salmonella & Yersinia (NonLactose Fermenter)

PROTEUS

 Proteus banyak ditemukan pada air, tanah, dan bahan/alat yang rerkontaminasi tinja. Proteus memberikan gambaran motilitas berkerumun (swarming motility) pada agar yang tidak menghambat (non-inhibitory agar) ataupun media nonselektif misalnya lempeng agar darah. Gambaran ini jelas terlihat seperti gelombang organisme yang menyebar ke seluruh permukaan agar. Prinsipnya, Proteus harus dicurigai apabila ada gambaran swarming (Joklik et al., 1988; Koneman et al., 1992).
Proteus mirabilis merupakan spesies yang paling sering ditemukan pada manusia, teristimewa sebagai penyebab infeksi saluran kemih dan infeksi luka. Proteus vulgaris banyak dijumpai di daerah infeksi pada pasien yang mengalami imunosupresi, khususnya pasien yang memperoleh pengobatan antibiotika jangka panjang (Konemen et al., 1992).
Kunci identifikasi Proteus vulgaris adalah KIA Alk/A, Gas ±, H2S +, Ind +, MR +, VP -, Cit -/+, Mot +, dan Ure ++. Adapun kunci untuk identifkasi Proteus mirabilis adalah KIA Alk/A, Gas +, H2S +, Ind -, MR +, VP ±, Cit ±, Mot +, dan Ure ++ (Koneman et al., 1992).


SHIGELLA
Berdasarkan antigen somatik karbohidrat lipopolisakarida, Shigella dibagi menjadi 4 spesies. Empat spesies tersebut adalah S. dysenteriae (Grup A), S. flexneri (Grup B), S. boydii (Grup C), dan S. sonnei (Grup D). S. dysenteriae menimbulkan penyakit yang paling berat. Sementara itu, S. sonnei menyebabkan penyakit yang paling ringan. Atau, dengan kata lain, Shigella menyebabkan spektrum penyakit yang sangat luas, mulai dari diare encer ringan (mild watery diarrhea) sampai dengan disentri berat (severe dysentery).
Paling tidak terdapat 2 mekanisme yang dipunyai Shigella dalam merusak sel epitel usus. Pertama, proses invasi terkait dengan perubahan struktural sitoskeleton sel epitel dan dapat berakibat pada kerusakan mukosa. Kedua, kemampuan Shigella memproduksi sitotoksin yang dpaat menimbulkan kematian sel epitel. Contoh sitotoksin adalah toksin Shiga/Shigella (Shiga berasal dari nama seorang dokter dari Negeri Sakura, Kiyoshi Shiga) yang diproduksi oleh S. dysenteriae tipe 1. Seperti diketahui, S dysenteriae terdiri dari 10 serotipe. Mekanisme toksin ini adalah inaktivasi ribosom 60S.
Shigella termasuk non-lactose fermenter. Apabila ditanam pada agar miring TSI, Shigella Grup A, B, C, dan D akan memberikan gambaran Alkalin/Asam Gas (-) H2S (-). Hasil uji  biokimiawi Shigella Grup A, B, dan C, antara lain adalah MR (+), VP (-) Ind (-/+), Cit (-), Ure (-). Mot (-), Orn (-) dan ONPG (-).Hasil uji  biokimiawi Shigella Grup D adalah MR (+), VP (-) Ind (-), Cit (-), Ure (-). Mot (-), Orn (+) dan ONPG (+). Kode Orn bermakna Ornithine Decarboxylase. Kode ONPG bermakna OrthoNitroPhenyl-β-D-Galactopyranoside. Untuk membedakan secara lebih terperinci keempat spesies Shigella dapat dilakukan uji fermentasi. Shigella Grup A: laktosa (-), manitol (-), L-ramnosa (-), rafinosa (-), sukrosa (-), dan xilosa (-). Shigella Grup B : laktosa (-), manitol (+),  L-ramnosa (-), rafinosa (D), sukrosa (-), dan xilosa (-). Shigella Grup C : laktosa (-), manitol (+),  L-ramnosa (-), rafinosa (-), sukrosa (-), dan xilosa (D). Shigella Grup D : laktosa (-), manitol (+),  L-ramnosa (+), rafinosa (-), sukrosa (-), dan xilosa (-). Kode D di dalam kurung atau (D) bermakna dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung strain-nya.


SALMONELLA
Salmonella berasal dari mana Daniel Elmer Salmon. Daniel Elmer Salmon seorang ahli patologi berkebangsaan Amerika Serikat, yang menjabat sebagai seorang ahli patologi berkebangsaan Amerika Serikat, yang menjabat sebagai Direktur Bureau of Animal Industry ketika S. cholerasuis berhasil diisolasi oleh Theobald Smith dari babi yang menderita diare-mirip-kolera (cholera-like diarrhea).
Secara garis besar, Salmonella dibagi menjadi 3 spesies. Ketiga spesies tersebut adalah S. typhi (terdiri dari 1 serotipe), S. cholerasuis (terdiri dari 1 serotipe) dan S. enteridis (terdiri dari sekitar 2.000 serotipe). Contoh serotipe  S. enteridis adalah S. enteridis serotipe newport (S. newport), S. enteridis serotipe paratyphi A (S. paratyphi A), S. enteridis serotipe dar-es-salaam (S. dar-es-salaam), S. gallinarum, S. typhimurium, dan S. schottmuelleri (S. paratyphi B).
Salmonella mempunyai beberapa antigen, misalnya antigen somatik (O,) antigen flagelar (H,) dan antigen kapsuler (K). Hospes S. typhi dan S. cholerasuis adalah manusia. Hewan dan manusia merupakan hospes S. enteridis.
Sindrom klinis yang disebabkan oleh Salmonella antara lain adalah demam tifoid (terutama disebabkan oleh S. typhi), focal infection of yascular endothelium (disebabkan oleh S. cholerasuis), osteomielitis (disebabkan oleh S. typhimurium), dan diare (disebabkan oleh banyak serotipe S. enteridis).
Apabila ditanam pada agar miring TSI, Salmonella menghasilkan gambaran  Alkali/Asam Gas (+) H2S (+). Hasil uji biokimiawi Salmonella adalah MR (+), VP (-), Ind (-) Cit (+), Ure (-), dan Mot (+). Hasil uji fermentasi Salmonella adalah :
-mayoritas serotipe: mio-Inositol (-), L-Arabinosa (+,) L-Ramnosa (+),  D-Xilosa (+)
-S. typhi: mio-Inositol (-), L-Arabinosa (-), L-Ramnosa (-), D-Xilosa (+)
-S. cholerasuis: mio-Inositol (-), L-arabinosa (-), L-Ramnosa (+), D-Xilosa (+)
-S. paratyphi A: mio-Inositol (-), L-Arabinosa (+),     L-Ramnosa (+), D-Xilosa (-)
Reaksi Widal dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis demam  tifoid. Reaksi ini masih banyak diminta sampai saat ini. Reaksi ini dideskripsikan oleh A.S. Grünbaum (seorang dokter Inggris) dan Georges Fernand Isidore Widal (seprang dokter Perancis) pada tahun 1896. Pada prinsipnya reaksi ini dapat menentukan kuantitas aglutinin serum pasien demam tifoid.
Prosedurnya melibatkan penambahan suspensi sel bakteri tifoid mati ke dalam serangkaian tabung yang berisi serum pasien. Tabung yang berisi serum pasien ini diencerkan menjadi berbagai konsentrasi. Setelah serangkaian tabung ini diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37oC, tabung ini disentrifus dan diamati untuk melihat aglutinasi yang terjadi. Kebalikan pengenceran tertinggi di mana masih terlihat aglutinasi merupakan titer antibodi pada serum pasien. Misalnya, pengenceran terakhir di mana masih terjadi aglutinasi adalah 1:320. Ini berarti titer antibodi adalah 320 unit antibodi/ml serum. Makin tinggi titer berarti makin tinggi pula respons antibodi pasien terhadap penyakit demam tifoid.


YERSINIA
Terdapat banyak spesies Yersinia, namun ada 3 spesies yang penting dalam bidang mikrobiologi kedokteran. Ketiga spesies tersebut adalah Y. pestis, Y enterocolitica, dan Y. pseudotuberculosis.
Yersinia pestis
Y. pestis menyebabkan penyakit pes. Ada yang menggolongkan penyakit pes ini ke dalam zoonosis. Y.  pestis masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan pinjal dan inhalasi.
Y. pestis mempunyai kapsul antifigositik (antiphagocytic capsule) sehingga terhindar dari fagositosis. Selain itu, Y. pestis mampu berkembang baik di dalam makrofag. Faktor virulensi yang dimilki Y. pestis, selain kapsul antifagositik, adalah fibrinolytic enzyme (fibrinolysin), koagulase, eksotoksin, dan (Gram negative) endotoxin.
Y. enterocolitica
Y. enterocolitica dapat menyebabkan penyakit diare, keracunan makanan, limfadenitis mesenterik, artritis, eritema nodosm, ataupun septikemia. Penularan bakteri ini melalui makanan dan air yang terkomanisasi serta kontak orang ke orang (person-to-person contact). Y enterocolitica memproduksi heat stable enterotoxin. Toksin ini dapat menyebabkan diare. Apabila ditanam pada agak miring TSI, Y. enterocolitica akan memberikan gambaran Asam/Asam Gas (-) H2S (-). Hasil uji biokimiawinya adalah MR (+), VP (-) , Ind (±), Cat (-), Ure (±), dan Mot (-).
Yersinia pseudotuberculosis
Y pseudotuberculosis menyebabkan limfadenitis mensenterik pada manusia dan pseudotuberculosis pada marmot, tikus putih, dan kelinci. Baik Y. enterocolitica maupun Y. pseudotuberculosis  mampu tubuh pada suhu 40C.
Cara membedakan Y. pestis, Y enterocolitica, dan Y. pseudotuberculosis
Y pestis: Indol (-), Ornitin (-), Motilitas 250C−280C (-), Fermentasi Sukrosa (-), Ramnosa (-), Selobiosa (-), Sorbitol (-), Melibiose (v). Y. enterocolitica: Indol (v), Ornitin (+), Motilitas 250C−280C (+), Fermentasi Sukrosa (+), Ramnosa (-), Selobiosa (+), Sorbitol (+), Melibiosa (-).Y. pseudotuberculosis: Indol (-), Ornitin (-), Motilitas 250C−280C (+), Fermentasi Sukrosa (-), Ramnosa (+), Selobiosa (-), Sorbitol (-), Melibiosa (+). Kode (v) berarti 11%-89% strain positif.

DAFTAR PUSTAKA
Benson HJ, 1998. Microbiological Applications. 7th Edition, Massaschusetts: WCB/McGraw-Hill, pp 219−220.
Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS, 1998. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. 10th Edition, St. Louis: Mosby, pp 509−526.
Joklik WK, Willet HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988. Zinsser Microbiology. 19th Edition, Connecticut: Prentice-Hall International Inc., pp 464−472.
Koneman EW, Allen SD, Janda WM, Schreekenberger PC, Winn Jr. WC, 1992. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th Edition. Philadelphia: J.B Lippincott Company, pp 105−184.
Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH, 1999. Manual Of Clinical Microbiology. 4th Edition, Washington, D.C.: ASM Press, pp 442−458.
Schaechter M, Medoff G. Eeisentein BI, 1993. Mechanisms of Microbial Disease. 2nd Edition Baltimore: Williams & Wilkins, pp 264−280.
Taylor EJ. 1988. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 27th Edition, Philadelphia: W.B Saunders Company, pp 1515, 1861−1862.

Tortora GJ. Funke BR, Case CL. 1995. Microbiology An Introduction. 5th Edition, Philadelphia: The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc., pp 278−279, 625. 

Enterobacter & Klebsiella

ENTEROBACTER

Selama bertahun-tahun nama yang dipergunakan untuk menyebut Enterobacter adalah Aerobacter aerogenes. Hal ini disebabkan oleh produksi gas yang lebih berlebihan oleh banyak strain Enterobacter. Perubahan nama ini dilakukan oleh Edwards dan Ewing pada tahun 1962 (Konemen et al., 1992).
Ada dua spesies Enterobacter yang paling banyak dijumpai pada spesimen klinis. Kedua spesies tersebut adalah Enterobacter aerogenes dan Enterobacter cloacae. Kedua spesies ini banyak ditemukan pada air, kotoran (sewage), tanah, dan sayur-sayuran. Kedua spesies merupakan bagian dari flora enterik komensal dan tidak dianggap sebagai penyebab diare. Kedua spesies juga dikaitkan dengan serangkaian infeksi oportunistik yang melibatkan saluran kemih, saluran pernapasan, dan luka-luka pada kulit serta infeksi nosokomial. Kadang-kadang kedua  spesies ini dapat menyebabkan septikemi dan meningitis (Koneman et al.,  1992; Tortora et al ., 1995).
Kunci untuk identifikasi Enterobacter aerogenes adalah KIA As/As, Gas ++, H2S - , Ind -, MR -, VP +, Cit +, Mot+, dan Ure -. Sementara itu, kunci untuk identifikasi Enterobacter cloacae adalah KIA As/As, Gas ++, H2S -, Ind -, MR -,VP +,  Cit +, Mot +, dan Ure ± (Koneman et al., 1992).


KLEBSIELLA
Nama Klebsiella diperoleh dari nama seseorang ahli mikrobiologi Jerman Edwin Klebs (akhir abad XIX). Carl Friedlander juga pernah menulis secara panjang lebar mengenai Klebsiella. Oleh karena itu, Klebsiella disebut pula dengan nama lain Friedlander bacillus. Selama bertahun-tahun Friedlander bacillus terkenal sebagai penyebab pneumonia (Koneman et al., 1992).
Apabila pada lempeng isolasi primer ditemukan koloni besar dengan konsistensi mukoid, maka kehadiran Klebsiella harus diwaspadai. Pada agar MacConkey koloni tampak besar, mukoid dan  berwarna merah disertai dengan pigmen merah  yang lazimnya menyebar ke agar  sekelilingnya. Hal ini merupakan petunjuk adanya fermentasi laktosa dan produksi asam. Ternyata tidak semua strain Klebsiella mempunyai koloni mukoid. Seluruh spesies Klebsiella bersifat nonmotil. Uji indol dapat dipergunakan untuk membedakan dua spesies terpenting yakni Klebsiella pneumoniae (Uji Indol negatif) dan Klebsiella oxytoca (Uji Indol positif). (Koneman et al., 1992).
Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia, enteritis, meningitis, infeksi saluran kemih, dan septikemi. Spesies Klebsiella banyak tersebar di dalam dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Hampir setengah isolat Klebsiella oxytoca yang dikirim ke CDC (Centers for Disease Control and Prevention) berasal dari feses. Spesimen dari darah menduduki peringkat kedua. Klebsiella ozaenae banyak dikaitkan dengan rhinitis atrophicans (ozena) dan infeksi purulen membrana mukosa hidung (Joklik et al., 1988; Koneman et al., 1992)
Salah satu kunci penting identifikasi Klebsiella pneumoniae adalah KIA As/As Gas ++, H2S -, Ind -, MR -, VP +, Cit +, Mot -, dan Ure +. Sementara itu, kunci penting untuk identifikasi Klebsiella oxytoca sama dengan kunci Klebsiella pneumoniae kecuali Ind + (Koneman et al., 1992).




DAFTAR PUSTAKA
Joklik WK, Willet HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988. Zinsser Microbiology. 19th Edition, Connecticut: Prentice-Hall International Inc., pp 464−472.
Koneman EW, Allen SD, Janda WM, Schreckenberger PC, Winn Jr. WC, 1992. Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th Edition, Philadelphia: J.B. Lippincott Company, pp 105−184.

Tortora GJ, Funke BR, Case CL, 1995. Microbiology An Introduction. 5th Edition, California: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc., pp 278−279. 

Chlamydia

CHLAMYDIA

Chamydia merupakan parasit intraselular obligat. Hal ini berarti bahwa reproduksi hanya terjadi pada sel hospes. Jadi, dalam hal reproduksi, Chlamydia lebih menyerupai virus daripada bakteri. Chlamydia juga mempunyai ciri khas yakni mengalami siklus perkembangan (development cycle). Salah satu tahap dalam siklus perkembangan adalah terbentuknya reticulate body dan elementary body. Elementary body merupakan bentuk infeksius Chlamydia. Chlamydia berbentuk kokoid, bersifat Gram negatif, dan berukuran 0,2−1,5 µm. Chamydia dapat dibiakkan pada hewan percobaan, kultur sel, dan yolk sac embrio ayam.
Penularan Chamydia melalui dua cara yakni kontak antar manusia (interpersonal contact) dan airborne respiratory route.
Ada tiga spesies Chlamydia yang penting bagi dunia kedokteran. Ketiga spesies tersebut adalah  C. trachomatis, C. psittaci, dan C. pneumoniae.
C. trachomatis serovar A, B1, B2,  dan C menyebabkan trachomaC. trachomatis serovar D-K menyebabkan uretritis nongonokokal, infeksi genital nonspesifik, uretritis, servisitis mukopurulen, salpingitis, inclusion conjunctivitis, dan pneumonia pada neonatus.. C. trachomatis serovar L1, L2, dan L3 dapat menyebabkan lymphogranuloma venereum. Sementara itu, C psitacci menyebabkan psittacosis (ornithosis) dan C. pneumoniae menimbulkan mild pneumonia, faringitis, dan endokarditis.

Cara identifikasi C. trachomatis meliputi deteksi inklusi (chlamydial inclusion bodies) (dengan Pewarnaan Giemsa ataupun Gimenez), deteksi antigen, deteksi asam nukleat (dengan berbagai metoda misalnya PCR), deteksi antibodi (misalnya dengan uji fiksasi komplemen/CFT), dan deteksi sitologis.

Corynebacterium diphtheriae

Corynebacterium diphtheriae

Sejarah
Sejarah difteri merupakan cerita yang mencengangkan berkaitan dengan aplikasi penelitian dasar untuk mengendalikan penyakit infeksi. Difteri pertama kali dibahas pada tahun 1826 dalam monograf yang ditulis oleh Pierre Bretonneau. Namun, pengetahuan mengenai penyebab difteri cukup lengkap baru pada tahun 1888. Klebs menulis mengenai bakteri khas yang diperoleh dari pseudomembran tenggorok pasien difteri. Loeffler berhasil membuat biakan murni bakteri tersebut. Pemahaman lengkap mengenai patogenesis difteri ditulis oleh Roux dan Yersin dari eksotoksin larut yang diperoleh dari filtrat biakan (Joklik et al., 1988).

Morfologi
Corynebacterium diphtheriae berbentuk batang ramping, bersifat Gram positif & tidak tahan asam, dan tidak membentuk spora. Panjang 1,5−5µm dan lebar 0,5−1,0µm. Corynebacterium diphtheriae tampak mempunyai susunan berbentuk pagar ataupun berbentuk V atau L. Susunan seperti huruf Cina di atas disebabkan oleh gerakan “menggertak” (snapping) yang melibatkan dua sel yang membelah. Pada media yang lengkap Corynebacterium diphtheriae tampak berbentuk seragam. Sementara itu, pada media yang suboptimal – seperti Loeffler coagulated serum dan Pai’s coagulated egg medium – sel-sel Corynebacterium diphtheriae tampak berbentuk pleomorfik dan tidak teratur apabila diwarnai dengan metilen biru ataupun toluidin biru. Pembengkakan yang berbentuk seperti pentung, bentuk manik-manik, dan bentuk seperti batang (barred form) merupakan bentuk yang lazim dijumpai. Granula metakromatik (Babes-Ernst) – yang bertanggung jawab terhadap terjadinya bentuk manik-manik − merupakan timbunan polifosfat yang terpolimerisasi (polymerized polyphosphate) (Joklik et al., 1988).

Fisiologi
             Ciri-Ciri Biakan
Corynebacterium diphtheriae dapat bersifat aerobik ataupun anaerobik fakultatif. Meskipun demikian, Corynebacterium diphtheriae tumbuh lebih bagus dalam keadaan aerobik. Pada  Loeffler coagulated serum medium koloni Corynebacterium diphtheriae tampak putih keabu-abuan, kecil, dan berkilauan. Koloni ini dapat dilihat setelah 12−24 jam inkubasi pada suhu 37oC. Medium Loeffler ini tidak membantu pertumbuhan Streptococci dan Pneumococci yang biasanya terdapat pada spesimen klinis (Joklik et al., 1988).
Penambahan garam telurit akan mengurangi jumlah kontaminan. Pada media telurit koloni Corynebacterium diphtheriae berwarna hitam ataupun abu-abu dan berdasarkan tipe koloninya dapat dibedakan menjadi tiga tipe yakni tipe gravis, mitis, dan intermedius.  Ciri-ciri koloni tipe gravis adalah besar,  berwarna abu-abu sampai dengan hitam, dan mempunyai permukaan yang tidak mengkilap. Tipe mitis mempunyai ciri-ciri koloni berukuran menengah (lebih kecil daripada tipe gravis), lebih hitam, lebih cembung, dan mengkilap. Koloni tipe intermedius berbentuk sangat kecil, halus, ataupun kasar. Tidak ada hubungan yang tetap antara keparahan penyakit dan tipe koloni (Joklik et al., 1988).

Struktur Antigenik
Ada dua antigen penting pada Corynebacterium diphtheriae yakni antigen K dan antigen O. Antigen K bersifat tidak stabil pada pemanasan (heat-labile) dan terletak pada lapisan superfisial dinding bakteri. Antigen O bersifat stabil pada pemanasan (heat-stable) dan merupakan polisakarida yang mengandung arabinogalaktan. Antigen O bertanggung jawab terhadap reaktivitas-silang dengan Mycobacteria dan Nocardia (Joklik et al., 1988).

Determinan Patogenisitas
Ada beberapa faktor yang menentukan patogenisitas Corynebacterium diphtheriae. Faktor-faktor tersebut adalah cord factor, produksi toksin, neuraminidase, dan N-acetylneuraminate lyase. Aktivitas farmakologik cord factor Corynebacterium diphtheriae menyerupai aktivitas farmakologik cord factor Mycobacterium tuberculosis.
Pada tikus cord factor menyebabkan kerusakan mitokondia, pengurangan respirasi & fosforilasi, dan kematian (Joklik et al., 1988).

Infeksi Klinis
Epidemiologi
Manusia merupakan satu-satunya hospes alamiah Corynebacterium diphtheriae. Carrier asimptomatik dan manusia dalam masa inkubasi difteri merupakan sumber utama infeksi. Habitat utama Corynebacterium diphtheriae adalah saluran pernapasan atas. Mekanisme penularan lazim melalui droplet infection. Selain menyerang saluran pernapasan, Corynebacterium diphtheriae juga dapat menyerang kulit  (Joklik et al., 1988).
Manifestasi Klinis
Saluran Pernapasan
Manifestasi klinis bervariasi tergantung pada virulensi bakteri, ketahanan hospes, dan lokasi lesi. Pada difteri tonsil gejala klinis timbul mendadak, demam ringan, malaise, dan sakit tenggorokan ringan. Kelenjar limfe leher menjadi edematus dan sakit terutama apabila nasofaring juga ikut terkena. Kelenjar limfe leher yang membesar ini memberikan gambaran seperti leher sapi jantan (bullneck appearance). Penyebaran infeksi dari nasofaring ke trakea dan laring dapat menimbulkan obstruksi jalan pernapasan (Joklik et al., 1988).
Salah satu ciri khas difteri adalah membran keabu-abuan dan liat yang terbentuk pada tenggorokan sebagai respons terhadap infeksi. Membran ini berisi fibrin, jaringan mati, dan sel-sel bakteri dan dapat menyebabkan penutupan saluran pernapasan (Tortora et al., 1995).
Bukan Saluran Pernapasan
Meskipun difteri biasanya menyerang saluran pernapasan atas, lesi primer ataupun sekunder dapat terjadi pada bagian tubuh yang lain. Bagian tubuh lain yang dapat terkena adalah kulit (paling sering), konjungtiva, kornea, dan telinga (Joklik et al., 1988).

Diagnosis Laboratorium
Pewarnaan yang dipergunakan untuk identifikasi Corynebacterium diphtheriae adalah Pewarnaan Neisser. Pada Pewarnaan Neisser granula metakromatik tampak sebagai bentukan berwarna biru gelap atau biru hitam dalam sitoplasma bakteri yang berwarna kuning coklat.
Media yang paling sering dipakai untuk membiakkan Corynebacterium diphtheriae adalah agar miring Pai.
Spesimen untuk identifikasi Corynebacterium diphtheriae tergantung kepada bagian tubuh yang terinfeksi. Spesimen yang paling sering diambil adalah hapusan tenggorok (throat swab).
Untuk menentukan apakah suatu jenis Corynebacterium diphtheriae dapat memproduksi toksin difteri, dua macam tes yakni tes virulensi in vivo (memakai binatang percobaan) dan tes in vitro (memakai lempeng agar) dapat dilakukan (Bonang et al., 1982).

Sedikit Mengenai Granula Metakromatik
Granula metakromatik sangat mungkin (probably) berfungsi sebagai cadangan energy (reserve energy source). Selain dengan Pengecatan Neisser, granula metakromatik juga dapat dilihat dengan Pengecatan Difteria Albert (Albert’s Diphtheria Stain/Albert’s Differential Stain) dan Pengeactan Metilen Biru Alkalin Loeffler (Loeffler’s Alkaline Methylene Blue Stain for Metachromatic Granules). Pada Pengecatan Difteria Albert granula metakromatik tampak sebagai titik berwarna sangat ungu (purple) di dalam sitoplasma yang hijau sekali. Sementara itu, pada Pengecatan Metilen Biru Alkalin Loeffler, granula metakromatik akan terwarnai sangat biru dan sitoplasmanya tercat biru muda (Beishir, 1991).

Terapi
Terapi meliputi pemberian antitoksin dan antibiotika. Antibiotika pilihan adalah penisilin G. Antibiotika lain yang dapat diberikan adalah eritromisin. Antibiotika sangat bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder dan pengobatan carrier kronis  (Joklik et al., 1988).


DAFTAR PUSTAKA
Beishir L., 1991. Microbiology in Practice: A Self-Instructional Laboratory Course. 5th
            Edition, New York: HarperCollinsPublishers, pp 251−257.
Bonang G, Koeswardono ES, 1982. Mikrobiologi Kedokteran Untuk Laboratorium dan
            Klinik. Edisi I, Jakarta: Penerbit PT Gramedia, hlm 97−99.
Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988. Zinsser Microbiology. 19th Edition,
            Connecticut: Prentice-Hall International Inc., pp 414−420.
Tortora GJ, Funke BR, Case CL, 1995. Microbiology An Introduction. 5th Edition, 

            California: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc., pp 590−591.